Susu mengandung zat gizi bernilai tinggi yang dibutuhkan bagi kehidupan masyarakat dari segala lapisan umur untuk menjaga pertumbuhan, kesehatan, dan kecerdasan berpikir. Begitu pentingnya susu, sehingga dapat dikatakan bahwa untuk membangun suatu bangsa yang cerdas dan sehat, penyediaan susu bagi masyarakat merupakan hal yang mutlak. Susu yang dikonsumsi manusia umumnya berasal dari susu sapi karena produksinya dapat melebihi kebutuhan anaknya. Sapi perah merupakan komoditi peternakan yang memiliki potensi yang besar untuk terus dikembangkan. Hal tersebut didasarkan pada tingginya kebutuhan susu di kalangan masyarakat Indonesia.
Performa produksi susu merupakan perpaduan dari ragam genetik dan lingkungan. Ragam genetik terdiri dari ragam genetik aditif, dominan, dan epistasis, sedangkan ragam lingkungan terdiri dari ragam lingkungan temporer dan ragam lingkungan permanen. Kemampuan sapi yang bervariasi dalam memproduksi susu merupakan karakteristik dari keturunan dan ini berbeda pula di antara bangsa dan individu (Ensminger dan Tyler, 2006).
UPTD Balai Pengembangan Ternak Sapi Perah dan Hijauan Makanan Ternak (BPT-SP & HMT) Cikole, Lembang merupakan instansi negara yang didirikan untuk meningkatkan produksi susu di Indonesia, khususnya Jawa Barat melalui perbaikan genetik sapi perah, pengembangan bibit, perbaikan tata laksana pemeliharaan, dan perbaikan tata laksana pemberian pakan. Interval pemerahan yang dilakukan di BPT-SP & HMT Cikole yaitu 10:14. Pemerahan pagi dilakukan pada pukul 04.00 WIB dan pemerahan siang dilakukan pada pukul 14.00 WIB. Produksi susu yang dihasikan berbeda karena selang waktu pemerahannya berbeda meskipun manajemen pemeliharaan dan pemerahannya sama. Hasil produksi susu tersebut dicatat menggunakan catatan Test Day yang terdiri dari catatan produksi susu pagi, siang hari, dan total. Pada pendugaan produksi susu yang menggunakan catatan Test Day diperlukan kurva produksi susu.
Pembuatan kurva produksi susu pagi dan siang hari akan menggambarkan kemampuan produksi susu kedua waktu tersebut. Persamaan penduga produksi susu yang sering digunakan oleh para peneliti adalah model kurva Ali-Schacffer, kurva Wilmink, dan kurva Gamma. Namun, penelitian ini akan menggunakan kurva persamaan Ali-Schaeffer untuk membuat kedua kurva produksi susu tersebut. Hal ini didasarkan kepada beberapa hasil Model Kurva Produksi dan korelasi penelitian kurva produksi susu yang telah banyak menggunakan kurva Ali-Schaeffer, salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Indrijani dan Anang (2009).
Hasilnya
Secara umum bentuk kurva produksi susu akan naik mulai dari saat setelah beranak menuju puncak produksi pada awal laktasi yang kemudian berangsur-angsur turun sampai akhir laktasi. Bentuk kurva produksi susu dapat diduga dengan menggunakan persamaan kurva Ali-Schaeffer yang datanya berasal dari rataan data sebenarnya.
Ilustrasi 1. Kurva Produksi Susu Pada Pemerahan Pagi Hari Periode Laktasi I
Tabel 1. Perbandingan Produksi Susu Pada Pemerahan Pagi Hari Test Day Periode Laktasi I
Test Day | Test Day sebenarnya | Kurva Ali Schaeffer | Selisih |
(liter) | (liter) | ||
1 | 5,50 | 5,49 | 0,01 |
2 | 5,76 | 5,81 | 0,05 |
3 | 5,97 | 5,90 | 0,07 |
4 | 5,75 | 5,74 | 0,01 |
5 | 5,39 | 5,45 | 0,06 |
6 | 5,14 | 5,09 | 0,05 |
7 | 4,62 | 4,71 | 0,09 |
8 | 4,39 | 4,35 | 0,04 |
9 | 4,13 | 4,04 | 0,09 |
10 | 3,72 | 3,79 | 0,07 |
11 | 3,64 | 3,62 | 0,02 |
12 | 3,54 | 3,55 | 0,01 |
Tabel 2. Perbandingan Produksi Susu Pada Pemerahan Siang Hari Test Day Periode Laktasi I
Test Day | Test Day sebenarnya | Kurva Ali Schaeffer | Selisih |
(liter) | (liter) | ||
1 | 3,78 | 3,77 | 0,01 |
2 | 3,94 | 4,02 | 0,08 |
3 | 4,06 | 3,93 | 0,13 |
4 | 3,72 | 3,73 | 0,01 |
5 | 3,42 | 3,49 | 0,07 |
6 | 3,25 | 3,23 | 0,02 |
7 | 2,94 | 2,99 | 0,05 |
8 | 2,77 | 2,76 | 0,01 |
9 | 2,63 | 2,57 | 0,06 |
10 | 2,41 | 2,41 | 0,00 |
11 | 2,26 | 2,28 | 0,02 |
12 | 2,19 | 2,19 | 0,00 |
Pada ilustrasi 1 dan 2 menunjukan bahwa kurva produksi susu pagi hari lebih tinggi produksi susunya daripada siang hari. Hal ini disebabkan karena interval pemerahan pagi hari lebih lama daripada siang hari. Apabila interval antara pemerahan tidak sama, maka produksi susu akan lebih banyak pada interval yang lebih lama (McKusick, et al. 2002). Sebaiknya BPT-SP & HMT CIkole Lembang menggunakan interval pemerahan 12:12 karena pada pemerahan dua kali, interval pemerahan 12:12 memproduksi susu lebih tinggi dibandingkan dengan interval pemerahan 10:14 (Makin, 2011 ; Schmidt, 1971). Selain faktor interval pemerahan ada beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah produksi susu pada pagi dan siang hari, diantaranya pakan, temperatur, dan lingkungan sekitar.
Suhu dan kelembaban udara merupakan dua faktor iklim yang mempengaruhi produksi sapi perah karena dapat menyebabkan perubahan keseimbangan panas dalam tubuh ternak, keseimbangan air, keseimbangan energi dan keseimbangan tingkah laku ternak. Produksi air susu dan konsumsi makanan secara otomatis direduksi dalam usaha mengurangi produksi panas tubuh. Penurunan nafsu makan menyebabkan produksi air susu direduksi. Stres panas merupakan faktor yang sangat berpengaruh tinggi terhadap produksi susu terutama pada saat puncak produksi (Makin, 2011; McDowell, 1972; Purwanto, 1993; Yani dan Purwanto, 2006).
Cekaman panas yang diterima oleh sapi FH sebenarnya dapat direduksi oleh angin dengan kecepatan tertentu. Cekaman panas juga dapat direduksi dengan menurunkan suhu tubuh sapi FH melalui penyemprotan air dingin ke seluruh permukaan tubuh (Shibata, 1996; Yani & Purwanto, 2006). Pendinginan air pada tubuh sapi perah pada keadaan tidak nyaman meningkatkan efisiensi produksi susu lebih baik dibandingkan tanpa penyemprotan (Tasripin, et al., 1995). Pada pagi hari sapi FH di balai tersebut dimandikan, sedangkan pada siang hari sapi tidak dimandikan hanya dibersihkan kotorannya. Oleh karena itu, pada siang hari sapi-sapi yang akan diperah perlu dimandikan untuk menurunkan suhu tubuhnya.
Keadaan lingkungan sekitar kandang yang tenang membuat sapi merasa nyaman dan tenang. Pada malam hari lingkungan sekitar kandang sunyi karena tidak ada aktifitas di sekitar lingkungan kandang. Hal ini berbeda dengan siang hari yang dipengaruhi oleh aktifitas bising di sekitarnya yang dapat mengganggu ketenangan sapi laktasi. Akibatnya sapi bisa merasakan stres pada siang hari di samping stres panas, sehingga pemanfaatan energi digunakan untuk mengurangi beban stres tersebut. Namun, pada malam hari sapi cenderung.
Korelasi antara Produksi Susu Pemerahan Pagi dan Siang
Hasil penelitian dari 325 catatan produksi susu pada laktasi I di BPT-SP & HMT Cikole Lembang menunjukan rata-rata produksi susu pagi sebesar 4,80±0,90 liter, sedangkan siang hari 3,12±0,67 liter. Jika dibuat dalam persentase, jumlah produksi susu pagi adalah 60,62%, sedangkan siang hari 39,38%. Hal ini sesuai dengan pernyataan McKusick, et al. (2002) apabila interval antara pemerahan tidak sama, maka produksi susu akan lebih banyak pada interval yang lebih lama.
Hasil perhitungan nilai korelasi antara produksi susu pagi dan siang hari menunjukan keeratan hubungan yang sangat tinggi yaitu -0,99. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, manajemen pemeliharaan, pemerahan, dan pemberian pakan yang sama dapat mempengaruhi keeratan hubungan tersebut. Akan tetapi, meskipun memiliki keeratan yang sangat tinggi, korelasi tersebut bernilai negatif. Artinya peningkatan jumlah produksi susu waktu pertama tidak diikuti dengan peningkatan pada waktu berikutnya.
0 comments:
Posting Komentar